Saat itu, seluruh perhatian Hong Sie Nio sedang dicurahkan ke golok pusaka itu, hingga tidak melihat kalau bibir si Raja Garuda Lengan Satu sudah tersungging satu senyuman yang menyeramkan.
Ketika ia hendak berjalan, sudah tidak keburu lagi.
Lengan yang panjangnya seperti orang hutan dari si Raja Garuda Lengan Satu itu dengan tiba-tiba dan secepat kilat sudah diulur menyambar dada Hong Sie Nio, hingga setengah badannya menjadi kesemutan sesaat itu juga, sudah tentu golok di tangannya lalu jatuh terlempar ke tanah.
Gerakan tangannya yang demikian cepat gesit, membuat Hong Sie Nio tidak mendapat kesempatan untuk mengelak.
Si Raja Garuda Lengan Satu berkata sambil tertawa besar:
“Jikalau kau anggap aku benar-benar seorang tolol, itu berarti kau bukan saja sudah pandang rendah diriku, juga terlalu pandang rendah kami kaum pria. Kepintaran laki-laki sebetulnya ada berapa besar, barangkali tidak dapat terpikirkan oleh kalian orang-orang perempuan yang biasanya kerja di dapur!”
Hati Hong Sie Nio waktu itu meskipun sudah seperti tenggelam, tetapi di wajahnya masih tersungging senyuman manis. Sebab ia tahu senjata satu-satunya pada saat itu ialah senyuman.
Ia melirik si Raja Garuda Lengan Satu, lalu berkata sambil tersenyum manis:
“Perlu apa kau marah-marah? Orang laki satu kali ditipu oleh orang perempuan bukankah itu merupakan suatu hal yang sangat interesan? Jikalau terlalu menganggap benar-benar tambah tidak ada artinya lagi.”
“Orang perempuan satu kali diperkosa oleh orang laki-laki, bukankah juga suatu hal yang sangat interesan?”
Tangannya dengan mendadak mencengkeram hebat, hingga sekujur tubuh Hong Sie Nio kini menjadi kesemutan, sedikit tenagapun ia sudah tidak punya. Ketika sekali lagi ia dipukul oleh punggung telapak tangan si Raja Garuda, waktu itu juga tubuhnya lantas terjatuh di atas pembaringan.
Si Raja Garuda Lengan Satu sudah berjalan menghampirinya sambil unjukkan tertawanya yang menyeramkan. Hong Sie Nio terpaksa mengertak gigi, dengan menggunakan sisa kekuatan tenaga yang ada padanya, kakinya menjejak ke depan.
Tetapi tendangan itu belum dilakukan, kakinya sudah terpegang oleh si Raja Garuda Lengan Satu.
Ketika jari tangan si Raja Garuda Lengan Satu menekan kaki itu, kaki Hong Sie Nio dirasakan seperti mau patah, air matanya juga hampir keluar.
Sepatu kain warna hijau yang tipis juga sudah berobah menjadi robek sehingga tampak kaki Hong Sie Nio yang putih halus, sedikitpun hampir tidak ada cacatnya.
Si Raja Garuda Lengan Satu ketika melihat sepasang kaki yang indah itu, seolah-olah sudah menjadi kesima, sedang mulutnya menggumam:
“Sepasang kaki yang indah.....”
Ia menundukkan kepala, mencium telapakan kaki Hong Sie Nio.
Tiada ada seorang perempuan yang tidak takut geli di telapakan kakinya, terutama Hong Sie Nio. Kumis si Raja Garuda Lengan Satu yang kaku bagaikan rumput menusuk telapakan kakinya, sedangkan suara dengusan napas seperti kerbau dipotong menusuk-nusuk hatinya. Ia boleh terkejut, takut dan marah.... namun apa daya?....
Dalam keadaan demikian, ia benar-benar sudah tidak sanggup lebih lama.
Meskipun hatinya sudah hampir meledak, tetapi orangnya masih bisa tertawa tergelak-gelak, hingga mengeluarkan air matanya. Ia sambil tertawa, mulutnya terus memaki-maki tidak berhentinya.
“Binatang, kau binatang yang tidak mau mampus ini, lekas bebaskan aku.....”
Segala ucapan yang paling keji ia sudah keluarkan semua, namun masih tidak dapat mengendalikan rasa gelinya.
Si Raja Garuda Lengan Satu pendelikkan matanya, sepasang matanya seperti api membara, mendadak ia mengulurkan tangannya, baju didepan dada Hong Sie Nio telah dirobek, sehingga tampak buah dadanya yang bulat menonjol.
Hampir saja Hong Sie Nio jatuh pingsan. Ia hanya merasakan bahwa tubuh si Raja Garuda Lengan Satu kini sudah mulai menindihi tubuhnya, ia hanya dapat menggunakan sepasang kakinya untuk melilit dan meronta, bagaimanapun juga tidak mau melepaskan.
Terdengar suara mendengus si Raja Garuda Lengan Satu :
“Kau perempuan busuk ini, ini adalah kau sendiri yang mencari mampus, tidak boleh sesalkan aku”
Tangannya sudah mencengkeream leher Hong Sie Nio sampai perempuan ini hampir2 tidak bisa bernapas, mana masih mempunyai tenaga untuk melawan? Matanya perlahan2 menjadi lemas, dan sepasang kakinya perlahan2 juga mulai kendur........
Dalam keadaan seperti itu, mendadak terdengar suara gempuran dijendela, dan daun jendela telah terbuka lebar.
SEorang berbaju warna hijau bagaikan anak panah melesat dari busurnya mencelat masuk, merampas golok yang terjatuh ditanah.
si Raja Garuda Lengan Satu benar-benar tidak kecewa menjadi seorang tokoh kenamaan yang sudah banyak pengalaman, dalam keadaan seperti itu, ternyata tidak menjadi gugup dengan satu gerakan mencelat balik, lengan tangannya yang panjang berbulu menyambar kepala orang itu.
Orang itu tidak keburu memungut golok, tubuhnya dikerutkan dan lompat mundur setengah kaki.
Tiba tiba terdengar suara krak, lengan si Raja Garuda yang tinggal satu itu mendadak jadi tambah panjang setengah kaki, tempat yang tadi tidak dapat dijangkaunya, sekarang sudah dalam kekuasaannya.
Itulah kepandaian tunggal si Raja Garuda Lengan Satu yang membuat ia bisa malang melintang didunia Kang ouw. Tetapi, orang itu ternyata bukan orang sembarangan. Jikalau orang lain, bagaimanapun juga rasanya sulit untuk mengelakkan samberan tangannya itu.
Tak disangka oleh si Raja Garuda, orang berpakaian hijau itu sungguh memiliki kegesitan yang tidak habis dipikir, dengan tiba2 ia memutar tubuhnya, tangannya sudah membacok pergelangan tangan si Raja Garuda, sedang ujung kakinya menyontek golok ditanah hingga golok itu terbang kearah Hong Sie Nio
Hong Sie Nio dengan sebelah tangannya menutupi baju bagian depannya yang terkoyak, tangan yang lainnya menyambuti datangnya golok, lalu berkata sambil tertawa terkekeh-kekeh :
“Terima kasih kuucapkan padamu....”
Diantara suara tertawanya, orangnya sudah terbang dan melesat keluar dari lubang jendela.
Orang berbaju hijau itu menghela napas, ia membalikkan tangan dan mengibas, saat itu juga ada sebilah golok bersinar berkilauan bagaikan rantai yang menyambar bahu Raja Garuda Lengan Satu.
Kecepatan gerak golok itu, benar-benar sulit dilukiskan.
Seorang tokoh kenamaan seperti Raja Garuda Lengan Satu yang sudah malang melintang beberapa puluh tahun didunia Kang-ouw, sesungguhnya juga belum pernah melihat, menyaksikan ilmu golok yang demikian cepat, bahkan dengan cara bagaimana golok itu keluar dari sarungnya. Ia juga tidak melihat nyata, dalam keadaan terkejut, ia lompat balik, dan membentak dengan suara bengis :
“Kau siapa?”
Orang berbaju hijau itu juga tidak menjawab, ia mencecar dengan hebatnya, hanya nampak sinar goloknya yang berputar putaran demikian rapat, mengancam si Raja Garuda Lengan Satu.
Si Raja Garuda Lengan Satu berhasil mengelakkan serangan gencar itu, dengan tiba tiba ia lompat mundur dan berkata sambil tertawa terbahak bahak :
“Siauw Tjap-it-long! Kiranya adalah kau!”
Orang berbaju hijau itu juga berkata sambil tertawa besar:
“Raja Garuda benar2 tajam matamu!”
Diantara suara tertawanya, orang berikut goloknya sekali dengan tiba2 sudah menjadi satu, merangsak kedepan.
Begitu sinar goloknya berkelebat, orangnya sudah lompat keluar melalui lobang dijendela.
Si Raja Garuda Lengan Satu memperdengarkan suara hardiknya, ia juga lompat keluar pergi mengejar.
Diluar gelap gulita dan sunyi senyap, hanya sinar bintang yang menyinari bumi, sudah tidak tertampak lagi bayangan Siauw Tjap-it-long.
Hong Sie Nio yang waktu itu sudah berada didalam kamar, sambil menukar pakaian mulutnya terus memaki2 dengan suara yang sangat perlahan, tidak tahu siapa yang dimaki olehnya, juga entah ucapan apa yang keluar dari mulutnya.
Hanya diwajahnya tidak tampak tanda marah, sebaliknya malah merasa gembira terutama ketika ia melihat kotak golok diatas tempat tidur, dibibirnya tersungging senyum manis
Hong Sie Nio dengan sebelah tangannya menutupi baju bagian depannya yang terkoyak, tangan yang lainnya menyambuti datangnya golok, lalu berkata sambil tertawa terkekeh kekeh :
“Terima kasih kuucapkan padamu... "
Diantara suara tertawanya, orangnya sudah terbang dan melesat keluar dari lubang jendela.
Orang berbaju hijau itu menghela napas, ia membalikkan tangan dan mengibas, saat itu juga sebilah golok bersinar berkibaran bagaikan rantai yang menyambar bahu Raja Garuda Lengan Satu.
Kecepatan gerak golok itu, benar benar sulit dilukiskan.
Seorang tokoh kenamaan seperti Raja Garuda Lengan Satu yang sudah malang melintang beberapa puluh tahun didunia Kang-ouw, sesungguhnya juga belum pernah melihat, menyaksikan ilmu golok yang demikian cepat, bahkan dengan cara bagaimana golok itu keluar dari sarungnya. Ia juga tidak melihat nyata, dalam keadaan terkejut, ia lompat balik, dan membentak dengan suara bengis :
“kau siapa ?”
Orang berbaju hijau itu juga tidak menjawab, ia mencecar dengan hebatnya, hanya tampak sinar goloknya yang berputar piteran demikian rapat, mengamcam di Raja Garuda Lengan Satu.
Si Raja Garuda Lengan Satu berhasil mengelakkan serangan genjar itu, dengan tiba tiba ia lompat mundur dan berkata sambil tertawa terbahak bahak :
“Siauw Cap it-long ! kiranya adalah kau !”
Orang berbaju hijau itu juga berkata sambil tertawa lebar :
“Raja Garuda benar benar tajam matamu !”
Diantara suara tertawanya, orang berikut goloknya sekali dengan tiba tiba sudah menjadi satu, merangsek kedepan.
Begitu sinar goloknya berkelebat, orangnya sudah lompat keluar melalui lobang jendela.
SI Raja Garuda Lengan Satu memperdengarkan suara hardiknya, ia juga lompat keluar pergi mengejar.
Diluar gelap gulita dan sunyi senyap, hanya sinar bintang yang menyinari bumi, sidah tidak tampak lagi bayangan Siauw Cap it-long.
Hong Sie Nio waktu itu sudah berada didalam kamar, sambil meukar pakain mulutnya terus memaki maki dengan suara yang sanat perlahan, tidak tahu siapa yang dimaki olehnya, juga entah ucapan apa yang keluar dari mulutnya.
Hanya diwajahnya tidak tampak tanda marah, sebaliknya malah merasa gembira terutama ketika ia melihat kotak golok diatas tempat tidur, dibibirnya tersungging senyum manis.
Golok Kwa-liok-to yang dipikirkan siang hari malam olehnya itu, akhirnya terjatuh juga ketangannya.
Lantaran golok itu, Hong Sie Nio benar benar sudah memeras otak dan tenaga, beberapa hari berselang, ia sudah tiba dikota itu, sebab ia sudah menghitung dengan pasti bahwa Thio Bu Kek pasti melalui kota ini.
Diluar kota, ia menyewa sebuah rumah kecil ditempat sepi, lalu pergi mencari lagi kepada Ma Hwe Hwe. Ma Hwe Hwe adalah seorang yang cukup setia kawan, dahulu karena pernah hutang budi padanya, sudah tentu ia tak boleh tidak harus memberikan bantuannya.
Tetapi si Raja Garuda Lengan Satu sesungguhnya merupakan seorang tokoh yang tangguh, hingga hampir saja ia sendiri yang terjatuh dicengkeraman raja garuda. Djikalau bukan lantaran datangnya Siauw Tjap-it-long.....
Teringat diri Siauw Tjap-it-long, ia mendadak merasa gemas.
Baru saja ia membetulkan kancing leher dibajunya, diluar jendela tiba tiba terdengar suara orang menghela napas panjang, katanya dengan suara sedih :
“Dinasehatkan tuan tuan sekali2 jangan berkawan dengan orang perempuan, lebih2 jangan membantu perempuan. Kalau kau membantu juga padanya, ia sebaliknya bisa kabur, dan meninggalkan kau seorang diri biar terjemur juga.”
Mendengar suara itu, wajah Hong Sie Nio semakin merah, tanpa disadari olehnya kancing yang baru diperbaiki tadi juga dipatahkan olehnya, tampaknya ia sudah ingin menendang hancur jendela tetapi kemudian ia menahan sabar lagi, sebaliknya malah tertawa terkekeh kekeh dan berkata:
“Sedikitpun tidak salah, aku justru merasa gemas dan ingin kau terjemur mati disitu biar si Raja Garuda Lengan satu itu mengorek hatimu, sebetulnya bagaimana rupanya entah hitam atau merah?”
Daun jendela terbuka sedikit, Siauw Tjap-it-long menongolkan mukanya, katanya sambil tertawa cekikikan:
“Entah hatiku entah hatimu yang hitam?”
“Kau masih berani mengatai aku? Aku ini sejujur hatiku minta kau bantu aku, tapi kau menolaknya dengan alasan rupa2, lantaran terpaksa aku pergi sendiri, tapi kau diam2 mengikuti aku, hampir aku akan berhasil kau muncul dengan mendadak. Ingin enak2 tanpa mengeluarkan keringat memungut hasil orang. Coba kau pikir sendiri, kau ini orang apa?”
Ia semakin berkata semakin marah, akhirnya ia tidak dapat kendalikan emosinya dan lompat menerjang jendela hingga dijendela itu terbuka satu lubang besar, ia rupanya begitu gemas sekali, dan mengharap bahwa yang ditendang tadi adalah muka Siauw Tjap-it-long.
Namun Siauw Tjap-it-long siang2 sudah kabur jauh2, setelah itu ia balik kembali dan berkata sambil tertawa:
“Sudah tentu aku bukan barang, sudah jelas aku adalah orang, bagaimana kau katakan barang?”
Ia menghela napas dan lalu menggumam sendiri:
“Mungkin aku benar2 tidak harus datang biar saja sisetan kepala besar tadi mencium kakimu yang bau busuk, biar ia mabok dan mati, dan aku juga sudah tidak perlu lagi.....”
Hong Sie Nio berteriak, katanya sambil memaki-maki:
“Kentutmu! Bagaimana kau tahu kalau kakiku bau busuk? Apa kau sudah pernah menciumnya?”
“Aku tidak mempunyai kegembiraan seperti itu” menjawab Siauw Tjap-it-long sambil tertawa.
Hong Sie Nio saat itu juga merasakan bahwa dengan ucapannya itu, sebetulnya mencari kesulitan sendiri, maka ia lalu berkata lagi dengan muka merah:
“Sekalipun benar kau telah membantu aku, tapi aku juga tidak suka menerima budimu. Sebab kau sama sekali bukan menolong aku tadi, yang kau maksudkan hanya golok itu saja”
“oh!”
“Jikalau kau benar datang hendak menolong aku, mengapa kau tidak perdulikan orangnya, sebaliknya merampas goloknya lebih dahulu?”
Siauw Tjap-it-long geleng-gelengkan kepala, katanya sambil tertawa getir:
“Perempuan ini sedikitpun tidak mengerti akal muslihat suara ditimur menyerang dibarat..... Sekarang kutanya padamu. jikalau aku tidak merampas goloknya itu lebih dulu, mana bisa demikian mudah ia melepaskan kau?”
Itu memang benar juga, hingga Hong Sie Nio jadi terdiam.
Sebab apabila Siauw Tjap it long waktu itu tidak merampas goloknya lebih dulu, atau kalau ia menyerang orangnya lebih dahulu, ia sendiri mungkin sudah dilukai oleh raja garuda lengan satu.
Sementara itu Siauw Tjap it long sudah berkata:
“Jikalau ada seekor tikus coba naik ke gelasmu, apa kau dapat menggunakan batu untuk memukulnya? Apakah kau tidak takut akan memecahkan gelasmu sendiri?”
“Ialah, hitung-hitung kau pandai bicara.....” berkata Hong Sie Nio dengan muka cemberut.
“Aku tahu dalam hatimu juga sudah mengerti kesalahanmu, tetapi mulutmu tetap tidak mau mengakui.” berkata Siauw Tjap it long sambil tertawa geli.
“Bagaimana kau tahu isi hatiku? Apakah kau cacing dalam perutku?”
Justru karena dalam hatimu mengakui salah, lalu kau berterima kasih kepadaku, maka aku jadi berani demikian galak. Asal dalam hatimu sudah berterima kasih kepadaku, apa yang keluar dari mulutmu juga tidak ada arti apa-apa.
Hong Sie Nio meskipun ingin cemberutkan mukanya, tapi akhirnya tak tahan merasa gelinya.
Hati perempuan memang sangat aneh, terhadap laki-laki yang tidak ia senangi, hatinya bisa keras bagaikan baja, tetapi kalau ketemu laki=laki yang disukanya, hatinya tidka bisa keras lagi.