Pang Lak terkesima, sungguh dia tidak habis mengerti.

"Orang ini bisa merobah dirinya dalam berbagai rupa dan bentuk, siapapun di antara orang-orang yang pernah kau lihat, bukan mustahil adalah samarannya. Konon pernah suatu ketika, Po-hoat Taysu dari Siauw-lim-pay berkhotbah di puncak Thay-san, di antara pendengar khotbah itu ada beberapa adalah teman tua Po-hoat Taysu sendiri, dua hari dua malam, kemudian setelah khotbah itu berakhir, mendadak datang pula seorang Po-hoat Taysu yang lain, maka banyak orang baru sadar bahwa Po-hoat Taysu yang memberi khotbah terdahulu ternyata adalah samaran Lam-hay-nio-cu."

Peristiwa ini laksana dongeng belaka, hampir tiada yang mau percaya, namun semua pendengar toh sudah tahu juga bahwa Wi-pat-ya selamanya tidak pernah bohong.

"Siapapun bila dia pernah melihat wajah asli dari Lam-hay-nio-cu, maka dia pasti menemui ajalnya, oleh karena itu di kala kebesaran namanya memuncak dulu, toh tiada seorangpun yang pernah tahu, orang macam apakah dia sebenarnya, hanya aku yang tahu..... hanya aku saja yang tahu......"

Suaranya semakin rendah lirih, wajahnya tiba-tiba membayangkan mimik yang aneh sekali, lama sekali baru dia berkata pula pelan-pelan: "Kepandaian menyambit dan menyambut senjata rahasia serta Siau-kiau-kim-na-jiu pada waktu itu sudah tiada bandingannya sejak dahulu kala. Sayang sekali di saat-saat namanya menjulang tinggi, mendadak dia justru menghilang, tiada orang yang tahu kenapa dia tiba-tiba menghilang dan pergi kemana. Selama tiga puluhan tahun ini, sudah tiada orang yang pernah menyinggung namanya lagi di kalangan Kang-ouw, sampai akupun sudah tidak pernah mendengarnya lagi."

Semua saling beradu pandang, tiada orang yang berani bicara. Semua orang sudah sama-sama menerka di dalam hati bahwa di antara Wi-pat-ya dengan Lam-hay-nio-cu pasti mempunyai sesuatu hubungan, pasti mempunyai sangkut paut yang misterius dan tidak diketahui orang luar.

Tapi hati semua orang terlebih heran dan ketarik pula, bahwa Lam-hay-nio-cu sudah menghilang selama tiga puluhan tahun, kenapa sekarang mendadak muncul?.

Entah berapa lama kemudian, tiba-tiba Wi Thian-bing berseru lantang: "Lo Mo, kau kemari!"

Seorang pemuda bertubuh tinggi tegap dan gagah berpakaian hijau bermantel bulu beranjak keluar sambil mengiakan. Pakaiannya serba mewah dan perlente, potongannya bagus dan cocok benar dengan perawakan badannya, seraut wajahnya yang elok, tidak tertawa namun orang sudah merasa simpatik seperti dia sedang tersenyum, kelihatannya tipe laki-laki yang paling disenangi oleh kaum hawa yang genit, hanya kedua biji matanya kelihatan sedikit merah melepuh, naga-naganya sering kurang tidur. Apakah setiap pemuda yang sering dipuja-puja gadis-gadis remaja memang sering kurang tidur?. Pemuda ini adalah salah satu dari Cap-sha-thay-po, murid-murid kesayangan Wi-pat-ya digelari Hun-long-kun Sebun Cap-sha.

Sepasang mata Wi Thian-bing setajam golok tengah menatapnya lekat-lekat, lama sekali baru dia bersuara dingin: "Malam Tiong-chiu bulan delapan yang lalu, bukankah kau ada berkenalan dengan seorang kawan yang bernama Lim Thing?"

Kelihatan Sebun Cap-sha rada kaget, namun akhirnya dia menunduk sambil mengiakan.

"Sejak kau keluntang-keluntung dengan anak keparat piaraan lonte itu, dalam bulan-bulan belakangan ini, apa saja yang pernah kau lakukan?."

Selebar muka Sebun Cap-sha tiba-tiba merah malu, mulutnya terkancing tak bisa menjawab.

Wi Thian-bing tertawa dingin, katanya pula: "Aku tahu kau takkan berani buka bacot. Baik, Han Tin, kau wakilkan dia bicara."

Tanpa pikir Han Tin segera buka suara pelan-pelan: "Tanggal dua puluh bulan delapan malam, mereka pergi ke gudang uang, pinjam tiga laksa tahil perak. Tanggal tiga puluh bulan delapan, kembali mereka pinjam dalam jumlah yang sama."

Wi Thian-bing tertawa dingin, katanya sinis: "Sepuluh hari menghabiskan tiga laksa tahil, kedua kurcaci ini ternyata amat royal merogoh kantong."

Han Tin berkata lebih lanjut: "Tanggal enam bulan sembilan malam, karena terlalu banyak tenggak air kata-kata, di kala mabuk mereka bertengkar dengan murid Kun-lun-pay dari Kwan-gwa, walau waktu itu mereka mengalah, tapi setelah Kun-lun sam-hiap itu tahu asal-usul mereka, malam itu juga mereka melarikan diri, mereka lantas mengejar sejauh delapan puluh li, akhirnya Kun-lun sam-hiap mereka bunuh semuanya."

Wi Thian-bing menyela dengan dingin: "Agaknya murid Kun-lun-pay sejak kematian Liong Tojin, satu generasi lebih payah dari generasi yang lain."

Han Tin berkata: "Setelah mereka membunuh ke tiga orang itu, selera mereka makin berkobar, di saat mabuk itulah mereka menerjang masuk ke Giok-keh-ceng, di sana mereka menggusur sepasang cewek kembar yang baru berusia empat belasan untuk menemani mereka tidur sehari semalam."

Sampai di sini Han Tin bercerita, sorot mata Sebun Cap-sha sudah mengunjuk rasa belas kasihan, tak henti-hentinya dia memberi isyarat kedipan mata kepada Han Tin, maksudnya supaya Han Tin berhenti saja.

Tapi Han Tin tidak gubris dan anggap tidak melihat isyaratnya, katanya lebih lanjut: "Sejak itu, nyali mereka semakin besar, tanggal tiga puluh bulan sembilan itu...."

Sebelum cerita Han Tin berakhir Sebun Cap-sha sudah menjatuhkan diri berlutut dan menyembah kaku di depan Wi-pat-ya, lalu ditariknya baju di depan dadanya sampai robek, ratapnya: "Tecu memang berdosa, kau orang tua bunuh aku saja."

Melotot biji mata Wi Thian-bing, lama sekali matanya tidak berkesip, mendadak dia tertawa gelak-gelak, serunya: "Bagus, patut dipelihara, seorang laki-laki berani berbuat, berani bertanggung jawab, membunuh beberapa orang yang tidak becus, main-main dengan nona-nona cilik yang tidak genah, trondolo..... memangnya terhitung dosa apa?"

Saking kaget mendengar ucapan Wi-pat-ya, Sebun Cap-sha sampai kesima, tanyanya melongo: "Kau orang tua tidak menyalahkan aku?."

"Kesalahan apa yang harus kutimpakan kepadamu? Jikalau kedua nona cilik itu tidak menyukai kau, memangnya mereka tidak bisa membenturkan kepala bunuh diri, kenapa sampai suka menemani tidur sehari semalam? Kalau memang mencintai kau, memangnya siapa yang bisa perduli? Memangnya jamak seorang gadis jatuh cinta kepada pemuda tampan, sampai raja langitpun tak kuasa mencampuri."

Tak tertahan Sebun Cap-sha tertawa katanya: "Lapor kepada kau orang tua, beberapa hari yang lalu secara diam-diam mereka malah kemari mencariku."

Wi Thian-bing tertawa gelak-gelak, serunya: "Laki-laki hidup dalam dunia harus punya nyali untuk membunuh orang, punya daya memelet nona cilik, kalau tidak, lebih baik mampus saja."

Gelak tawanya mendadak berhenti, katanya melotot kepada Sebun Cap-sha: "Walau aku tidak menyalahkan kau, lalu tahukah kau kenapa aku menyuruh kau keluar?"

"Tidak tahu", sahut Sebun Cap-sha.

Mendadak Wi Thian-bing layangkan kakinya menendang sampai orang mencelat setombak lebih, sebelum Sebun Cap-sha sempat merangkak bangun, dia sudah jambak rambutnya serta menariknya ke atas, sebelah tangan yang lain segera bekerja pergi datang menampar mukanya sekeras-kerasnya, baru dia bertanya: "Tahukah kau kenapa aku memukulmu?"