Malam gelap. Malam tanpa awan tak berbintang.

Kereta itu berhenti di belakang Leng-hiang-wan bagian gudang rumput, seolah-olah gudang rumput untuk rangsum kuda ini memang dibangun khusus untuk menunggu kedatangan mereka. Sementara kedua gadis kembar itu sudah meringkuk di pojok mendengkur lelap dalam mimpi.

Mengawasi badan sang adik yang sudah kelihatan montok dan padat, tak tahan Sebun Cap-sha menghela napas, katanya: "Malam ini, apa kita istirahat di sini saja?"

Ting Ling manggut-manggut, katanya menengadah: "Kalau sudah tidak tahan, boleh kau anggap mataku picak saja."

Sebun Cap-sha menyengir, katanya: "Aku sih tidak begitu ketagihan, cuma aku heran kenapa hari ini kau kelihatan alim?"

"Malam ini aku punya janji."

"Ada janji? Janji dengan siapa?"

"Sudah tentu janji dengan seorang gadis."

"Bagaimana perawakannya, montok dan cantik?" tanya Sebun Cap-sha.

"Cantiknya luar biasa." sahut Ting Ling sambil tertawa penuh arti.

"Memangnya kau pergi seorang diri? Kau tinggal aku sendirian?"

"Kau mau ikut juga boleh."

"Nah, kan begitu, memangnya aku tahu kau bukan kawan yang kemaruk paras ayu lantas melupakan teman baik."

"Namun perlu kujelaskan lebih dulu, kepergian kami kali ini bukan mustahil takkan kembali dengan nyawa masih hidup."

Tersirap darah Sebun Cap-sha, tanyanya: "Siapakah yang ada janji dengan kau?"

"Jian-bin-koan-im alias Lam-hay-nio-cu"

Sebun Cap-sha melongo.

Dengan ujung matanya Ting Ling meliriknya, katanya: "Kau ingin ikut tidak?"

Jawaban Sebun Cap-sha pendek dan tegas: "Tidak saja." namun tak tertahan dia bertanya: "Benarkah malam ini kau hendak menepati janjinya?"

"Aku sendiri memang sudah tidak sabar ingin melihat orang macam apa sebenarnya Lam-hay-nio-cu yang pernah membalikkan dunia itu?"

"Lalu apa pula yang kau tunggu di sini?"

"Menunggu seseorang."

"Menunggu siapa?"

Tiba-tiba kusir kereta di luar menjentik jari tiga kali. Mata Ting Ling seketika bersinar: "Nah, itu dia datang." katanya.

ooo)O(ooo

Sebun Cap-sha membuka pintu kereta, maka dilihatnya seorang laki-laki bermantel rumput tengah mendatangi, bertopi rumput lebar pula. Tangannya memegang sebatang galah bambu panjang tiga tombak, setiap kali galah menutul tanah, orangnya lantas melompat lima tombak jauhnya dengan ringan hingga di luar gubuk rumput.

"Bagaimana Ginkang-nya menurut pandanganmu?" tanya Ting Ling.

Sebun Cap-sha tertawa getir, sahutnya: "Orang-orang di sini agaknya memang lihay semua."

Saat mana orang itu sudah mencopot mantel rumputnya, lalu dicantelkan di atas saka, katanya dengan tersenyum: "Aku bukan pamer Ginkang, soalnya aku tidak ingin meninggalkan jejak di permukaan salju."

"Bagus, sikap kerjamu memang teliti." kata Ting Ling.

"Karena aku masih ingin hidup beberapa tahun lagi." ujar orang itu.

Pelan-pelan dia menghampiri, sembari menanggalkan topi rumputnya. Baru sekarang Sebun Cap-sha melihat jelas, laki-laki ini berusia tiga puluhan, di samping mengenakan jubah biru, bagian luarnya memakai pula kain hangat dari kulit rase, tindak-tanduknya mirip seorang pedagang, namun sepasang matanya berkilat, selalu menampilkan senyuman sinis yang licin.

Ting Ling tersenyum, katanya: "Inilah pengurus besar Leng-hiang-wan Nyo-toa-cong-koan Nyo Kan."

Nyo Kan mengawasi Sebun Cap-sha, katanya: "Dia tentunya Cap-sha Kang-ouw murid Wi pat-ya, beruntung bertemu di sini."

Sebun Cap-sha melongo mengawasi orang, tanyanya: "Kau kan Nyo Kan yang dilihat oleh Lak-ko tempo hari."

"Ya, Nyo Kan hanya satu."

Sebun Cap-sha tertawa kecut, katanya: "Dia bilang kau seorang pedagang yang bernyali kecil, agaknya dia memang sering makan kenyang."

Berkata Nyo Kan tawar: "Memang, aku pedagang yang tidak bernyali, dia tidak salah lihat."

"Tapi akulah yang salah lihat," sela Ting Ling.

"Lho!"

"Semula aku kira kau ini adalah Hwi Hou (Rase Terbang) Nyo Thian."

Nyo Kan mengerut kening. Sebun Cap-sha tersirap darahnya. Nama Hwi Hou Nyo Thian pernah dia dengar.

Sebetulnya jarang kaum persilatan yang tidak kenal namanya, asalnya dia seorang begal tunggal malang melintang selama puluhan tahun di Kang-ouw, hanya dia seorang yang mempunyai latihan ilmu lemas paling lihay sepuluh tahun belakangan ini.

Khabarnya meski kau membelenggunya dengan kacip besi, lalu mengikat sekujur badannya dengan otot sapi, dikurung di dalam penjara yang hanya ada jendela kecil saja, dia masih bisa melarikan diri.

Bahwa orang selihay itu berada di Leng-hiang-wan dan menjadi pengurusnya malah, sudah tentu takkan mungkin kalau tidak mempunyai tujuan tertentu. Dan tujuan yang diincarnya itu, tentu bukan suatu pekerjaan ringan.

Tiba-tiba Sebun Cap-sha merasa urusan ini semakin aneh dan menarik, namun semakin tegang menakutkan.

Agaknya Ting Ling menyadari bahwa mulutnya terlalu cerewet, lekas dia mengalihkan pokok pembicaraan, tanyanya: "Apakah Lam-hay-nio-cu sudah datang?"

"Baru saja tiba," sahut Nyo Kan manggut.

"Kau sudah melihatnya?"

Nyo Kan geleng-geleng, sahutnya: "Aku hanya melihat beberapa kacung dan babu-babu saja."

"Berapa jumlah mereka seluruhnya?"

"Tiga puluh tujuh!"

"Perempuan yang bisa makan golok itu ada diantaranya mereka?"

Nyo Kan manggut-manggut, sahutnya: "Dia dipanggil Thi Koh, kelihatannya dialah yang menjadi pemimpin rombongan."

"Jangan lupa kaupun seorang pengurus, agaknya kalian memang jodoh yang setimpal!"

Nyo Kan menarik muka, tak bersuara. Agaknya dia memang laki-laki yang tak suka berkelakar.

Ting Ling batuk-batuk, tanyanya: "Mereka tinggal di pekarangan yang mana?"

"Menetap di Thing-siu-lau."

"Masih berapa lama untuk menunggu sampai tengah malam?" ujar Ting Ling.

"Kurang dari setengah jam, di dalam ada tukang ronda yang menabuh kentongan, begitu masuk kau akan segera mendengarnya."

Bercahaya mata Ting Ling, katanya: "Agaknya menghabiskan secangkir arak lagi, aku boleh lantas berangkat."

Nyo Kan mengawasinya, lama sekali tiba-tiba dia bersuara: "Kali ini kita kerja sama, karena aku membutuhkan kau dan kaupun membutuhkan aku."

Ting Ling tertawa, ujarnya: "Memangnya kita setimpal untuk kerja sama?"

"Tawar tanggapan Nyo Kan, ujarnya: "Tapi kita bukan teman sejati, untuk satu hal ini kau harus selalu mengingatnya." Tanpa menunggu Ting Ling bersuara, dia sudah putar badan mengenakan topi rumputnya pula, tangan meraih baju rumput, galahnya menutul ringan, tahu-tahu bayangannya sudah melayang lima tombak jauhnya, kejap lain bayangannya sudah menghilang di tempat gelap.

Mengantar bayangan orang, Ting Ling mengulum senyum, katanya: "Gerakan bagus, memang tidak malu dia dijuluki rase terbang."

"Apa benar dia itu rase terbang Nyo Thian?" tanya Sebun Cap-sha.

"Rase terbang hanya satu orang," sahut Ting Ling menghela napas, lalu menambahkan dengan tertawa getir: "Untung hanya ada seorang saja."

ooo)O(ooo