Siauw Cap-it-long terus memandang ke arah Hong Sie Nio, seolah-olah orang terkesima.
Hong Sie Nio pendelikan matanya, katanya sambil tertawa geli :
“Apa yang kau lihat ?”
“Kau ternyata tidak mengerti. Saatnya yang paling menarik dan paling manis bagi seorang perempuan, sewaktu ia sedang cemberut, tetapi tidka sanggup menahan rasa gelinya. Kesempatan ini mana boleh aku lewatkan begitu saja?” jawab Siauw Cap-it-long.
“Cis! Kau jangan terlalu menyanjung aku. Sebetulnya apa yang sedang terpikir dalam hatimu, semua aku tahu.”
“Oh! sejak kapan kau juga sudah berubah menjadi cacing dalam perutku ?”
“Kali ini dugaanmu meleset, dalam hatimu sudah tentu penasaran, selalu pikir dari aku sini untuk mendapat kembali sedikit keuntungan. Betul tidak ?”
“Itu juga bukan, tapi.... "
Ia tertawa dan berkata lagi :
“Kau sudah memiliki golok Kwa-liok-to, untuk apa pedangmu Na-giok itu ?”
“Aku sudah tahu kau bangsat kecil ini memang sedang mengincar pedangku itu.... , Tapi baiklah, mengingat kau masih demikian berbakti terhadap aku, sekarang biarlah pedang pusaka ini kuhadiahkan kepadamu.”
Ia lalu mengeluarkan pedang, dilemparkan keluar jendela.
Siauw Cap-it-long menyambut datangnya pedang dengan kedua tangannya, lalu berkata sambil tertawa :
“Terima kasih.”
Ia menghunus pedangnya, dielus-elus dengan mesra, sedang mulutnya mengguman sendiri :
“Benar saja sebilah pedang yang sangat bagus sekali, Tapi sayangnya dipakai hanya oleh kaum wanita saja.”
Hong Sie Nio mendadak bertanya :
“Oh ya, kau menghendaki pedang kaum wanita ini untuk apa ?”
“Sudah tentu hendak kuberikan kepada seorang wanita.” menjawab Siauw Cap-it-long sambil tertawa.
“Hendak kau berikan kepada siapa ?” bertanya Hong Sie Nio sambil mendelikkan matanya.
“Kuberikan kepada siapa, sekarang ini aku masih belum tahu, tapi biar bagaimana aku pasti akan dapat menemukan seorang wanita yang cocok untuk kuberikan pedang ini, kau jangan khawatir.”
Hong Sie Nio gigit bibir, katanya :
“Baik! Tapi kalau kau nanti sudah menemukan, kau harus beritahukan padaku!”
“Baik sekarang aku hendak pergi mencari.”
Siauw Cap-it-long lalu memutar dirinya hendak berlalu, Hong Sie Nio kembali berseru padanya :
“Tunggu dulu.”
Siauw Cap-it-long lambat-lambat membalikkan tubuhnya dan bertanya :
“Masih ada perintah apa lagi ?”
Sepasang biji mata Hong Sie Nio berputaran , ia mengambil golok Kwa-liok-to di atas pembaringan katanya :
“Apakah kau tidak ingin melihat golok ini ?”
“Tidak.”
Jawabannya itu ternyata demikian tegas, hingga mengejutkan Hong Sie Nio, tanyanya :
“Kenapa ?”
Siauw Cap-it-long tertawa, kemudian berkata :
“Sebab ......., jikalau dugaanku tidak keliru, golok ini tentunya barang palsu!”
“Barang palsu ? berdasar atas apa kau menganggap golok ini palsu ?”
“Sekarang hendak ku tanya kepadamu, Thio Bu-kek, To Siao Thian, dan Hay-leng-tju, tiga orang ini bagaimana dalam pandangan matamu?”
“Tiga orang itu semua bukanlah orang baik-baik.” menjawab Hong Sie Nio sambil tertawa dingin.
“Kalau begitu, kenapa mereka mencari siluman tua si raja garuda lengan satu itu dan dengan rela hati mereka malah di bikin mendongkol olehnya, bahkan masih mennyerahkan golok kepadanya, dan setelah urusan berhasil juga dia seorang nanti yang akan unjuk muka ? Seorang tokok lihay seperti Thio Bu-kek, sebab apa dapat melakukan perbuatan setolol itu ?”
“Coba kau kata apa sebabnya ?”
“Justru disebabkan mereka hendak menggunakan si Raja Garuda Lengan Satu ini sebagai setan pengganti nyawa mereka menjadi sasaran anak panah.”
“Sasaran anak panah ?”
“Mereka sudah tahu betul bahwa sepanjang jalan ini sudah pasti ada banyak orang yang bisa merampas golok pusaka itu dan orang yang berani merampas golok itu, sudah tentu memiliki kepandaian cukup, maka itu mereka lalu menyerahkan sebilah golok yang palsu pada Su khong Cu biar semua orang pergi merampas golok paslu itu, dan dengan demikian mereka baru dapat mengantarkan golok yang tulen ke tempatnya dengan selamat.”
Ia menghela nafas dan berkata pula :
“Coba kau pikir, jikalau mereka tidak tahu golok itu sebenarnya adalah palsu, disini kita bertempur demikian hebat, mengapa mereka bertiga tidak ada satupun yang datang membantu ?”
“Dalam hal ini mungkin disebabkan mereka takut mengganggu Su-khong Cu...... bahkan mereka memang berdiam di tempat lain, Ma Hwe Hwe hanya menyediakan satu tempat saja untuk Su-khong Cu seorang menginap.
“Jikalau benar golok yang di bawa Su-khong Cu itu adalah golok yang tulen, apakah mereka tidak khawatir ia seorang diri berdiam disini ?”
Hong Sie Nio kini tidak dapat berkata apa-apa lagi.
Ia berdiam sekian lama, dengan mendadak mengeluarkan goloknya, katanya dengan suara keras :
“Tidak peduli apa juga katamu, aku tetap tidak percaya kalau golok ini kau bilang barang palsu!”
Golok itu kelihatannya memang sangat bagus, sinarnya berkilauan menyilaukan mata. Tetapi kalau diperiksa dengan seksama dapat di temukan bahwa sinarnya yang berkilauan itu ada buram-buram sedikit, seperti tusuk konde yang yang di lapis mas.
Siauw Cap-it-long menghunus pedang Na-gioknya dan berkata :
“Jikalau kau tidak percaya, coba saja kau uji!”
Sambil gigit bibir Hong Sie Nio melesat keluar dari lubang jendela, dan goloknya digunakan untuk membabat pedang Na-giok di tangan Siauw Cap-it-long.
Sesaat kemudian terdengar suara nyaring beradunya dua senjata tajam itu.
Hasilnya, golok yang tadinya berkilauan sinarnya itu kini telah terkutung menjadi dua potong!
Hong Sie Nio berdiri terpaku di tempatnya, samapi sepotong golok yang lain juga terlepas dari tangannya dan terjatuh ditanah. Ia juga masih belum merasa, bila ada orang mengatakan bahwa Hong Sie Nio tidak bisa tua, maka saat itu dalam waktu sekejapan saja, benar-benar kelihatan sudah lebih tua beberapa tahun.
Siauw Cap-it-long menggeleng-gelengkan kepalanya dan mulutnya mengguman :
“Semua orang kata bahwa orang perempuan lebih pintar dari lelaki, akan tetapi orang perempuan apa sebab selalu bisa tertipu oleh orang lelaki ?”
Hong Sie Nio mendadak lompat dan berkata dengan suara marah :
“Kau jelas sudah tahu bahwa golok ini adalah palsu, namum kau masih menipu pedangku, kau benar-benar seorang bajingan, seorang berandal.”
Siauw Cap-it-long berkata sambil menghela nafas :
“Aku memang benar tidak seharusnya menipu kau. Akan tetapi oleh karena aku mengenal seorang nona yang sangat pintar, cantik, juga polos, lagi sudah lama aku tidak bertemu muka dengannya, maka kupikir hendak cari sebuah barang hadiah untuknya agar ia senang.”
Hong Sie Nio membelalakan matanya lebar-lebar, tanyanya :
“Siapa perempuan itu?”
Siauw Cap-it-long memandang lurus ke depan, dibibirnya lalu tersungging senyuman yang hangat, katanya lambat-lambat :
“Dia bernama Hong Sie Nio, entah kau kenal dia atau tidak ?”
Sekonyong-konyong dalam hati Hong Sie Nio timbul perasaan hangat, segala marah semua telah lenyap bagaikan asap tertiup angin sekujur badannya merasa lemas, ia menyender di jendela seperti tidak bertenaga, katanya sambil gigit bibir ;
“Kau, kau orang ini ..... aku kenal denganmu paling sedikit juga harus dikurangi tigapuluh tahun umurku.”
Siauw Cap-it-long menyerahkan pedang Na-giok kepadanya dengan kedua tangan, katanya sambil tertawa :
“meskipun kau tidak mendapatkan golok Kwa-liok-to, tetapi ada orang yang menghadiahkan pedang Na-giok-kiam, bukankah kau seharusnya juga merasa senang ?”
CEMBURU
Didalam sebuah kedai minuman teh di kota Ce-lam.
Kota Ce-lam meskipun merupakan kota yang terkenal dengan banyaknya orang Kang-ouw yang berkepandaian tinggi, tetapi hendak mencari suatu tempat yang lebih ramai dan lebih banyak pembicaraan orang dari pada kedai minuman teh, barangkali sedikit sekali.
Hong Sie Nio sebetulnya tidak banyak waktu untuk duduk di kedai minuman teh, tetapi setiap kali duduk disitu, ia selalu merasa gembira. Ia senang kalau ada pria yang memandangnya, memperhatikan dirinya.
Seorang wanita yang bisa menarik perhatian kaum pria, biar bagaimana merupakan suatu hal yang menyenangkan.
Sebagian besar mata kaum pria yang duduk di dalam kedai minuman teh itu, memang benar semua ditujukan kepadanya. Kaum wanita yang duduk minum di kedai minuman teh jumlahnya memang tidak banyak, apalagi perempuan yang demikian cantiknya, semakin sedikit jumlahnya.
Hong Sie Nio dengan menggunakan sebuah cangkir teh yang kecil, perlahan-lahan minum tehnya, teh itu tidak begitu harum, teh semacam itu dia biasanya tidak suka minum tetapi sekarang ia seolah-olah berat untuk meletakan cangkirnya.
Ia sedikitpun tiada maksud untuk menikmati rasanya teh, ia sendiri merasa bahwa sikapnya minum teh itu sangat indah menarik, juga masih dapat membiarkan orang lain menikmati sepasang tangannya yang putih, halus dan indah.
Siauw Cap-it-long juga sedang mengawasi dirinya, pemuda itu merasa senang.
Ia kenal dengan Hong Sie Nio sudah banyak tahun, ia memahami betul adatnya Hong Sie Nio.
Jago betina yang oleh orang-orang dunia Kang-ouw di sebut sebagai siluman perempuan itu, meskipun susah didekati karena terlalu galaknya, tetapi ada kalanya ia bisa berlaku kekanak-kanakan yang benar-benar seperti anak kecil.
Siauw Cap-it-long selama itu suka padanya, setiap kali berada bersama-sama dengannya, selalu merasa gembira. tetapi di kala berpisah dengannya, sudah tidak merasa berat.
Ini sebetulnya perasaan semacam apa ? Ia sendiri juga tidak terang.
Mereka menuju ke kota Ce-lam, sebab golok Kwa-liok-to juga sudah tiba di kota tersebut.
Masih ada banyak lagi orang-orang terkemuka yang tiba di kota itu....
Sekonyong-konyong, semua mata yang tadinya di tujukan kepada Hong Sie Nio, dalam waktu sekejap mata sudah beralih keluar pintu, ada yang cuma menongolkan kepalanya, ada juga yang sudah bangkit dari tempat duduknya, lari ke depan pintu.
“Apakah diluar ada datang orang perempuan lain yang jauh lebih cantik dari padaku ?” demikian Hong Sie Nio bertanya-tanya kepada diri sendiri.
Ia agak mendongkol, tetapi juga agak heran, hingga ia juga ingin pergi melihat ke luar pintu.
Setiap kali kalau dalam hatinya ingin melakukan sesuatu, ia selalu tidak akan ragu-ragu.
Ia keluar ke depan pintu, barulah menyaksikan bahwa apa yang mereka sedang saksikan itu adalah sebuah kereta.