Kereta itu meskipun sedikit mewah dari pada kereta biasa, tetapi juga tidak ada bagian yang luar biasa. Baik jendelanya maupun pintunya. Semuanya tertutup rapat, tidak diketahui orang macam apa sebenarnya yang duduk di dalamnya.
Kuda yang menarik kereta itu jalannya juga tidak tepat, kusir yang mengendalikan kuda itu tampaknya sangat berhati-hati hingga cemetinya juga tidak berani digunakan, seolah-olah takut cemetinya akan melukai orang di jalanan.
Kuda yang menarik kereta itu boleh dikatakan cukup baik, tetapi juga bukanlah merupakan kuda yang jempolan.
Yang mengherankan ialah semua mata di tujukan kepada kereta itu, ada beberapa orang bahkan masih kasak kusuk membicarakannya, seolah-olah diatas kereta itu telah tumbuh kembang dengan mendadak.
Hong Sie Nio benar-benar tidak habis mengerti, apakah kaum pria di tempat ini semuanya gila ?
“Apakah orang-orang disini belum pernah melihat kereta ? Sebuah kereta berkuda saja, apanya yang perlu ditonton?” demikian ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Orang yang berada di sisinya berpaling dan melihatnya sejenak, kembali mengalihkan pandangan matanya ke arah kereta itu lagi, hanya seorang tua bungkuk yang menjawabkan pertanyaannya :
“Nona, Kau tidak tahu, Kereta itu meskipun biasa, tapi orang yang didalam kereta adalah seorang nomor satu di daerah kita ini.”
“Oh! Siapa ?” bertanya Hong Sie Nio.
“Berbicara tentang orang ini, ia benar-benar seorang yang sangat kesohor, ia adalah nona besar dari keluarga Siem yang bernama Siem Pek Kun, juga merupakan seorang wanita tercantik dalam rimba persilatan.” berkata laki-laki tua tadi sambil tertawa.
Ia tampaknya demikian gembira, seolah-olah turut merasa bangga, katanya :
“Ucapanku tadi keliru, nona Siem sebetulnya sudah tidak seharusnya dipanggil nona Siem lagi, seharusnya dipanggil Nyonya Lian, baru betul. Tampaknya nona juga seorang yang banyak pengetahuan dan pengalaman sudah tentu tahu bahwa di daerah Kow sow ada sebuah perkampungan yang dinamakan Bu kee san-kung, perkampungan itu adalah perkampungan seorang hartawan nomor satu di daerah selatan sungai Tiang-kang, suami nona Siem adalah kungcu dari perkampungan dari perkampungan Bu kee san-kung itu, ialah Lian Seng Pek kongcu.”
“Lian Seng Pek ... ? Nama ini aku rasanya pernah dengar.” berkata Hong Sie Nio hambar.
Nama ini sebenarnya sudah pernah dengar dari mulut orang banyak.
Nama Lian Seng Pek itu pada waktu belakangan ini sangat terkenal sekali dikalangan Kang-ouw, bagaikan matahari yang sedang berada di tengah-tengah, baik kawan maupun lawan semua mengakui ketangkasan dan kegagahannya.
Orang tua bungkuk itu makin lama tampaknya semakin gembira, katanya pula :
“Nona Siem menikah sudah dua tiga tahun lamanya, bulan yang lalu baru pulang ke rumah orang tuanya, maka kaum tua dan saudara-saudara dalam kota ini, semua ingin melihat selama dua tahun ini apakah dia menjadi semakin cantik atau berkurang kecantikannya.
Tamu-tamu dalam kedai minuman teh itu, semua mengeluarkan suara seruan kaget, tak disangka2 orang itu hanya mundur selangkah, dan tangannya sudah berhasil menarik les kuda, dan kereta itu ditariknya hingga berhenti seketika itu juga.
Sedang kedua kakinya seperti terpantek ditanah, kekuatan tangannya yang menahan larinya kuda itu barangkali mempunyai kekuatan ribuan kati, oleh karenanya hingga membuat orang yang menyaksikannya pada memberi pujian riuh.
Namun orang itu se-olah2 tidak mendengar, dan minta maaf kepada kusir kereta yang ketakutan setengah mati.
Sehabis minta maaf kepada kusir kereta, orangnya sudah lari masuk kedalam kedai minuman teh, mulutnya baru tersungging senyuman lebar, katanya:
“Sie Nio, akhirnya aku dapat menemukan kau juga.”
Hong Sie Nio mendelikkan matanya, lalu katanya dingin:
“Perlu apa kau ber-teriak2 seperti orang gila? Orang lain tentunya mengira aku hutang uang kepadamu, sampai perlu kau ber-teriak2 tidak keruan.”
Senyum orang itu tampaknya meskipun agak getir, namun ia masih tertawa dan berkata:
“Apa salahku?”
Hong Sie Nio mengeluarkan suara dari hidung, katanya:
“Perlu apa kau mencari aku?”
“Tidak.. tidak ada apa-apa.”
“Tidak ada apa-apa? Kalau tidak ada urusan perlu apa mencari aku?” berkata Hong sie Nio sambil mendelikkan matanya.
Orang itu tampaknya sangat gelisah, katanya:
“Aku.... aku hanya merasa.... sudah lama kita tidak ketemu muka denganmu, maka itu....”
Oleh karena gelisah, hingga suaranya menjadi gelagapan.
Seorang yang terkenal sopan, saat itu dengan mendadak berubah seperti orang kebingungan.
Hong Sie Nio juga tidak dapat menahan perasaan gelinya, maka lalu tertawa, kemudian berkata:
“Sekalipun lama tidak ketemu, kau juga tidak perlu berkaok-kaok sambil berdiri ditengah jalan, tahu?”
Karena melihat Hong Sie Nio tertawa, orang sopan itu baru bisa bernapas lega, katanya sambil tertawa juga:
“Kau.... seorang diri?”
Hong Sie Nio menunjuk kepada Siauw Tjap-it-long yang duduk tidak jauh dengannya katanya:
“Berdua”
sudah dididik keras dengan ilmu kitab dan sopan santun rumah tangga, hingga jarang sekali keluar. Aku si orang tua sudah menunggu hampir duapuluh tahun, juga hanya pernah melihat dia satu dua kali saja.”
“Kalau begitu nona Sim ini benar-benar merupakan sebuah mustika dalam mata kalian orang-orang kota Celam.”
Orang tua itu tidak mengerti bahwa ucapan Hong Si Nio tadi ada mengandung maksud menyindir, ia malah berkata sambil menganggukkan kepala dan tertawa:
“Sedikit pun tidak salah, sedikit pun tidak salah........”
“Ia duduk di dalam kereta, apakah kalian juga bisa melihat dia?”
“Orang yang tidak dapat melihat dirinya, melihat keretanya saja juga sudah harus merasa puas.”
Hong Si Nio mendongkol mendengar ucapan itu, untung pada saat itu kereta sudah berjalan hampir ke ujung jalan, kalau membelok lagi sudah tidak tertampak lagi, barulah semua orang banyak tadi baru mulai duduk di tempat masing-masing lagi.
Ada orang masih ramai membicarakan soal kereta tadi:
“Kau lihat orang pulang ke rumah sendiri, sudah dua bulan lebih lamanya, baru keluar kota satu kali. Aih, siapa yang beruntung dapat mengawini seorang wanita seperti nona Sim ini, benar-benar sangat beruntung.”
“Tetapi Lian-kongcu juga baik, bukan saja pintar ilmu surat, hartawan yang banyak uang, kelakuannya juga cukup baik, demikian pula wajahnya, tetapi juga kabarnya kepandaian ilmu silatnya cukup dapat digolongkan dalam salah satu orang kuat rimba persilatan. Lelaki semacam itu, ke mana hendak dicari lagi?”
“Itulah yang dinamakan pasangan yang benar-benar setimpal.”
“Kabarnya dua hari berselang Lian-kongcu juga pernah datang ke sini, tapi entah benar atau tidak.........”
Semua mulut pada membicarakan tentang mereka, yang dibicarakan hanya soal yang menyangkut diri Lian Seng Pek dan Sim Pek Kun suami-istri itu sebagai orang-orang yang beruntung dan yang jarang ada di dalam dunia.
Hong Si Nio juga malas untuk mendengar cerita orang banyak itu lagi, selagi hendak mengajak Siauw Cap-it-long lekas membayar uangnya dan melakukan perjalanannya, mendadak ia menampak kedatangan seseorang.
Di seberang kedai minuman teh itu, ada sebuah perusahaan bank yang memakai merk Goan Ki.
Para pedagang dan pelancong yang melakukan perjalanan jauh pada waktu itu, kalau merasa membawa uang banyak sekali terlalu berat, boleh ditukar dengan cek dari bank tersebut. Bank-bank yang sudah mendapat kepercayaan baik di mata rakyat, ceknya berlaku di seluruh negeri. Yang kepercayaannya agak kurang, sama sekali tidak bisa berdiri lagi.
Waktu itu, banyak perusahaan bank-bank semacam itu, disebabkan karena kepercayaan mereka dipegang teguh, hingga mendapat nama baik di mata rakyat.
Dan perusahaan bank merk Goan Ki itu merupakan salah satu bank terbesar dalam kota itu.
Hong Si Nio melihat orang itu, yang saat itu baru saja keluar dari perusahaan bank Goan Ki.
Orang itu usianya baru kira-kira tigapuluh tahunan, mukanya berbentuk persegi, demikian pula mulutnya, mengenakan pakaian berwarna biru muda, sedang di luarnya memakai jubah panjang warna hijau, tampaknya seperti orang sopan, demikian pula kelakuannya.
Tetapi Hong Si Nio ketika menampak orang itu, dengan cepat menggunakan tangannya untuk menutupi muka sendiri, ia menundukkan kepala dan menggeser mundur tempat duduknya, seolah-olah takut ditagih hutang.
Apa mau, mata orang itu juga sangat tajam, baru saja keluar dari perusahaan bank Goan Ki, ia sudah melihat Hong Si Nio yang duduk di kedai minuman teh, begitu melihat Hong Si Nio, matanya segera memancarkan sinar terang, sedang mulutnya memanggil-manggil:
“Si Nio, Si Nio......... Hong Si Nio..........”