Malam dingin.

Dari pojok tembok tinggi di sana, tiba-tiba muncul bayangan orang yang berjalan dengan langkah pelan, wajah yang semula tampan kelihatan peyot dan bengap membiru, dia bukan lain adalah Sebun Cap-sha yang baru dihajar gurunya, pemuda bangor yang suka main perempuan ini agaknya belum kapok, secara diam-diam dia keluyuran lagi.

Setiba di luar gang sempit, ternyata sebuah kereta antik yang bercat hitam sudah menunggunya, begitu dia muncul, sais kereta lantas larikan keretanya berhenti di sampingnya. Begitu pintu kereta terbuka, dia langsung melompat masuk, sebuah cangkir penuh arak sudah menunggunya di dalam kereta. Secangkir arak merah simpanan puluhan tahun yang harum wangi dan hangat. Dalam kereta sudah menunggu pula dua gadis belia yang molek laksana kembang mekar. Kelihatannya sang Taci seperti bayangan adiknya, sang adik walau genit dan merangsang, namun sang Taci lebih menimbulkan gairah seorang laki-laki.

Seorang pemuda bermantel bulu memegang cangkir mas sedang malas-malasan di dalam pelukan sang Taci, segera dia dorong sang adik kepada Sebun Cap-sha, katanya tertawa: "Bocah ini baru dihajar, lekas kau menghiburnya."

Sang adik dengan lahap menciumi muka Sebun cap-sha yang melepuh membiru.

Kereta segera dikaburkan ke arah Tiang-an.

Deru angin malam sedingin es setajam pisau. Hari sudah jauh malam, namun di dalam kereta terasa hangat dan nyaman seperti di musim semi.

Setelah menenggak habis araknya, baru Sebun Cap-sha berpaling kepada pemuda bermantel bulu, katanya: "Kau tahu aku akan kemari?"

Pemuda itu sudah tentu Ting Ling adanya, keadaannya jauh berbeda dengan Ting Ling yang tadi. Tadi sikapnya sopan-santun, lemah-lembut dan malu-malu, kini adalah pemuda bangor hidung belang yang romantis.

Dengan ujung matanya dia mengerling kepada Sebun Cap-sha, katanya dengan bermalas-malasan: "Sudah tentu aku tahu, kunyuk tua itu kalau tidak suruh kau menunggu kabarku, siapa lagi yang diutus kemari?"

Sebun Cap-sha tertawa: "Kalau kau anggap dirimu berani, kenapa tidak di hadapan tua bangka itu kau membuka kedoknya yang munafik, serta memakinya keparat? Kenapa kau menjadi kura-kura yang terima ditusuk hidungmu?"

"Karena aku kuatir dan kasihan melihat cucu kura-kura macammu ini dihajarnya lagi sampai mukamu hancur."

Kedua gadis kembar yang jelita itu cekikikan. Usia mereka memang belum banyak namun potongan dan perawakan mereka memang menggiurkan. Seorang picakpun dapat merasakan bahwa mereka bukan anak-anak lagi.

Sebun Cap-sha tertawa pula, katanya: "Bagaimanapun juga, pukulanmu menghajar Han Tin tadi menyenangkan dan melampiaskan penasaranku."

"Sebetulnya aku tidak patut menghajarnya."

"Kenapa?"

"Karena dia penyambung keparat tua itu, dia hanya boneka hidupnya saja," terunjuk senyuman sinis pada ujung bibirnya, katanya lebih lanjut: "Keparat itu sebetulnya adalah rase tua yang licik dan licin, tapi berkedok harimau yang galak, dia bisa mengelabui dan membuat gentar nyali orang lain, jangan harap dia bisa mendustai aku."

"Tak heran, bapak mengatakan kau lihai, ternyata memang tidak meleset pandangannya."

"Generasi muda sebaya kita, siapa tidak lihay jangan harap bisa berkecimpung di dunia Kang-ouw, namun yang benar-benar lihay mungkin belum dia hadapi secara nyata."

"Memangnya masih ada tokoh kosen siapa lagi dalam dunia Kang-ouw yang melebihi kau?" tanya Sebun Cap-sha.

"Orang seperti diriku sedikitpun masih ada puluhan banyaknya, cucu kura-kura seperti kalian setiap harinya selalu sembunyi dalam celana bapakmu itu, betapa tinggi dan luas dunia di luar lingkunganmu, bayangannyapun tidak bisa kalian raba," setelah tertawa dingin lalu Ting Ling melanjutkan: "Menurut hematku kalian tidak setimpal dijuluki Cap-sha-thay-po, kalian makan terlalu kenyang, hingga kepala selalu berat dan pusing tujuh keliling, kentut bapak juga kalian katakan harum."

Bukan saja tidak marah oleh olok-olok orang, Sebun Cap-sha malah menghela napas, katanya getir: "Belakangan ini mereka memang makan terlalu kenyang, hidupnya terlalu mewah dan foya-foya, begitu menghadapi persoalan, dua orang lantas mati secara konyol."

"Dalam pandanganmu, peristiwa itu merupakan kejadian besar?" tanya Ting Ling.

"Walau tidak besar, juga bukan kecil, sedikitnya bapak sudah siap turun tangan sendiri."

"O, Wi Thian-bing hendak keluar kandang?"

"Justru karena dia siap turun tangan, maka kau diundang untuk mencari kabar ke Leng-hiang-wan."

"Kau kira dia benar-benar hendak menghadapi Bak Pek, baru meluruk ke Leng-hiang-wan?"

"Memangnya bukan?"

"Umpama Bak Pek membuat onar, aku berani bertaruh dia tetap akan meluruk ke Leng-hiang-wan."

Bercahaya sorot mata Sebun Cap-sha: "Jadi kalau dia tidak mencarimu, dia tetap akan mencari tahu jejak Lam-hay-nio-cu?"

"Sedikitpun tidak salah."

"Untuk apa mereka meluruk ke Leng-hiang-wan?"

"Lantaran urusan lain, urusan itulah boleh dikata besar."

"Apakah lantaran urusan besar ini pula sampai Lam-hay-nio-cu meluruk datang?"

"Agaknya kau sudah tambah maju dan cerdik otakmu."

"Bukan saja urusan ini memancing bapak keluar kandang, malah Lam-hay-nio-cu yang sudah menghilang tiga puluh tahun keluar kandang pula, agaknya persoalan ini cukup genting."

"Kecuali orang-orang yang sudah kalian ketahui," demikian Ting Ling lebih lanjut, "Menurut apa yang ku tahu, dalam jangka lima hari, sedikitnya ada enam tujuh orang yang akan meluruk ke Leng-hiang-wan juga."

"Orang-orang apa saja mereka itu?"

"Sudah tentu orang-orang yang sudah punya kepandaian tinggi."

"Mereka sudah tahu bahwa bapak siap turun tangan?"

"Usia orang-orang ini memang belum tua, tapi belum tentu mereka memandang sebelah mata bapak tuamu itu."

Sebun Cap-sha tertawa dipaksakan, katanya: "Bapak bukan orang yang gampang dihadapi lho!".

"Tapi tokoh-tokoh kosen dari generasi muda di kalangan Kang-ouw, hanya beberapa orang saja yang memandang dirinya, seperti juga dia tidak memandang sebelah mata anak-anak muda itu."

Tak tahan Sebun Cap-sha bertanya: "Apapun yang terjadi, pengalaman anak muda memang kurang matang."

"Pengalaman bukan kunci untuk menentukan kalah menang di dalam sesuatu persoalan."

"O, lalu apa kuncinya?"

"Menurut apa yang kukatakan, orang-orang yang berani meluruk ke Leng-hiang-wan jelas tiada seorangpun yang ilmu silatnya lebih rendah dari Wi Thian-bing, terutama satu diantaranya......"

"Kau maksudmu!"

"Sudah tentu aku punya ambisi, tapi setelah aku tahu orang ini juga datang, aku sudah siap menjadi penonton saja di luar gelanggang."

"Jadi kaupun tunduk lahir batin terhadapnya?" tanya Sebun Cap-sha mengerut alis.

Ting Ling menghela napas, katanya: "Tadi sudah kubilang, aku punya kepandaian meramal sesuatu yang bakal terjadi."

Agaknya Sebun Cap-sha merasa uring-uringan, katanya: "Siapakah sebetulnya orang itu?"

Pelan-pelan Ting Ling minum habis secangkir arak, lalu berkata kalem: "Pernahkah kau mendengar Siau-li Tham-hoa?"

Tersirap darah Sebun Cap-sha, saking kaget dia berjingkat dan hampir saja cangkir di tangannya terlepas jatuh. "Siau-li si pisau terbang?," serunya terkesima.

Nama Siau-li atau Li si pisau terbang seolah-olah mempunyai daya hipnotis yang menyedot sukma orang.

"Pisau terbang Siau-li juga mau datang?" teriak Sebun Cap-sha.

"Jikalau pisau terbang Siau-li juga datang, bapak kalian dan Jian-bin-koan-im pasti sudah melarikan diri dan sembunyi di tempat yang jauh."

Sebun Cap-sha menghela napas lega, katanya: "Aku tahu sudah sekian tahun Siau-li si pisau terbang tidak mencampuri urusan Kang-ouw, malah ada orang bilang, dia seperti pendekar besar Sim Long dan lain-lain, pergi ke pulau dewata di luar lautan, hidup bahagia dan menjadi dewa yang hidup bebas."

"Orang yang kumaksud walau bukan Siau-li si pisau terbang, namun dia punya hubungan yang amat erat dengan Siau-li si pisau terbang."

"Hubungan erat apa?"

"Di kolong langit ini hanya dia satu-satunya yang pernah mendapat warisan murni dari Siau-li si pisau terbang."

Tegang hati Sebun Cap-sha dibuatnya, katanya: "Tapi kenapa selama ini tak pernah terdengar di Kang-ouw ada murid Siau-li si pisau terbang?"

"Karena dia tidak mengangkat guru secara resmi dengan Siau-li si pisau terbang, hubungan erat dengan Siau-li si pisau terbang baru belakangan ini saja diketahui khalayak ramai."

"Kenapa kami belum tahu juga?" tanya Sebun Cap-sha.

"Karena kalian makan terlalu kenyang."

Sebun Cap-sha tertawa kecut, tanyanya: "Siapakah nama orang itu?"

Kembali Ting Ling menghirup araknya pelan-pelan, setelah habis satu cangkir baru pelan-pelan dia menjawab: "Dia she Yap, bernama Kay".

Yap Kay.

Sebun Cap-sha menepekur diam, matanya memancarkan cahaya terang, agaknya dia sudah berkeputusan untuk mengukir nama ini di dalam sanubarinya.

Berkata Ting Ling: "Yap Kay memang luar biasa, namun anak-anak muda yang lain itupun bukan kepalang menakutkan," tiba-tiba dia tertawa seraya menambahkan: "Kau adalah Hun-long-kun dan aku adalah Hong-long-kun, tahukah kau masih berapa banyak lagi Long-kun yang lain?"

Sebun Cap-sha manggut-manggut, katanya: "Aku tahu masih ada Bek-long-kun, Thi-long-kun, kalau tak salah masih ada Kui-long-kun."

"Kali ini kau akan bertemu dengan mereka, hanya perlu kau ingat bila kau benar-benar sudah berhadapan dengan mereka, mungkin kau bisa menyesal."

"Menyesal?" Sebun Cap-sha menegas tidak mengerti.

Tiba-tiba terpancar aneh dari sorot mata Ting Ling, katanya pelan-pelan: "Karena siapa saja melihat orang-orang ini, akibatnya tentu amat menyedihkan, oleh karena itu, lebih baik kalau kau tidak berhadapan dengan mereka."

ooo)O(ooo