Tong Thong-san bersama Han Tin beranjak di serambi panjang yang sunyi sepi itu, memangnya sudah lama mereka sebagai teman kental, namun sudah beberapa tahun ini tak pernah bertemu lagi karena kesibukan tugas masing-masing.
Tiba-tiba Tong Thong-san menghentikan langkahnya, katanya sambil menatap Han Tin: "Ada sebuah hal aku selalu merasa heran."
"Soal apa?," tanya Han Tin.
"Kenapa setiap patah kata yang kau ucapkan Lo-ya-cu selalu anggap akal bagus?"
Han Tin tertawa, ujarnya: "Karena hal itu merupakan maksud tujuannya pula. Aku hanya mewakilkan dia mengemukakan di hadapan umum saja."
"Kalau benar memang maksudnya sendiri, kenapa harus kau yang mengutarakan?"
"Sudah berapa lama kau bekerja bagi Lo-ya-cu?"
"Sudah puluhan tahun."
"Menurut pendapatmu, orang macam apa dia sebenarnya?"
Tong Thong-san ragu-ragu, akhirnya balas bertanya: "Menurut pendapatmu sendiri?"
"Kukira kau tentu anggap dia seorang kasar, ceroboh, ugal-ugalan, seorang yang selamanya tidak pernah menggunakan otak."
"Memangnya dia bukan manusia seperti yang kau lukiskan?", tanya Tong Thong-san.
"Dulu sewaktu Tiong-goan-pat-kiat menjagoi dunia, semua orang beranggapan Lau-sam adalah orang yang paling cerdik pandai, Li jit-ya adalah orang yang paling lihay, dan Wi pat-ya adalah orang yang paling gegabah dan sembrono."
"Pernah juga kudengar cerita ini."
Han Tin tertawa, katanya: "Tapi Lau-sam yang paling cerdik pandai dan Li jit-ya yang paling lihay sudah almarhum, justru Wi pat-ya yang berangasan masih hidup segar bugar."
Tiba-tiba Tong Thong-san tertawa, mendadak dia mengerti kemana juntrungan kata-kata Han Tin.
Hanya seorang yang pandai berpura-pura sembrono, berangasan dan gegabah saja, justru merupakan orang yang paling cerdik dan lihay.
Tiba-tiba Tong Thong-san menghela napas, katanya: "Sayangnya pura-pura gegabah juga bukan suatu hal yang gampang dilakukan."
"Memangnya sulit, kecuali kau seorang pemain sandiwara yang ulung."
"Agaknya kau justru tak pandai berpura-pura dan bermuka-muka."
"Umpama sekarang aku benar-benar berpura-pura bodoh, aku tetap bisa melakukannya."
"Kenapa...?"
"Karena seorang gegabah selalu didampingi seorang cerdik pandai, peranan yang kulakukan sekarang adalah tokoh cerdik, pandai dan lihay itu."
"Oleh karena itu, setiap patah kata yang kau ucapkan, Lo-ya-cu selalu anggap akal bagus."
"Oleh karena itu, yang dibenci orang tetap adalah kau pula, bukan Lo-ya-cu."
Han Tin manggut-manggut, ujarnya: "Oleh karena itu sekarang kau harus sadar, kenapa seorang cerdik pandai biasanya lebih cepat mati."
Tong Thong-san tiba-tiba tertawa, katanya: "Tapi masih ada semacam orang yang mati lebih cepat dari orang-orang cerdik dan lihay."
"Orang macam apa?"
"Orang-orang yang melawan Lo-ya-cu."
Han Tin tertawa, ujarnya: "Oleh karena itu aku selalu bersimpati kepada orang-orang seperti itu, untuk mempertahankan hidup memangnya suatu hal yang teramat sulit bagi mereka."
ooo)O(ooo