Suara orang itu sangat nyaring, orang-orang yang berada di tempat jauh mungkin juga bisa mendengar.
Hong Si Nio terpaksa membatalkan maksudnya hendak pergi, dan mulutnya menggumam sendiri:

“Sialan! Kenapa aku bisa ketemu dengan setan sial ini?”
Sedang orang itu tadi sudah berjalan dengan langkah lebar.
Ia begitu melihat Hong Si Nio, agaknya semua apa sudah tidak ada di matanya lagi, dari sebuah tikungan jalan justru ada sebuah kereta yang dilarikan, karena tidak keburu berhenti, hingga kereta itu hendak menubruk padanya.

Tamu-tamu dalam kedai minuman teh itu, semua mengeluarkan suara seruan kaget, tak disangka2 orang itu hanya mundur selangkah, dan tangannya sudah berhasil menarik les kuda, dan kereta itu ditariknya hingga berhenti seketika itu juga.
Sedang kedua kakinya seperti terpantek ditanah, kekuatan tangannya yang menahan larinya kuda itu barangkali mempunyai kekuatan ribuan kati, oleh karenanya hingga membuat orang yang menyaksikannya pada memberi pujian riuh.

Namun orang itu se-olah2 tidak mendengar, dan minta maaf kepada kusir kereta yang ketakutan setengah mati.Sehabis minta maaf kepada kusir kereta, orangnya sudah lari masuk kedalam kedai minuman teh, mulutnya baru tersungging senyuman lebar, katanya:
“Sie Nio, akhirnya aku dapat menemukan kau juga.”

Hong Sie Nio mendelikkan matanya, lalu katanya dingin:
“Perlu apa kau ber-teriak2 seperti orang gila? Orang lain tentunya mengira aku hutang uang kepadamu, sampai perlu kau ber-teriak2 tidak keruan.”
Senyum orang itu tampaknya meskipun agak getir, namun ia masih tertawa dan berkata:
“Apa salahku?”

Hong Sie Nio mengeluarkan suara dari hidung, katanya:
“Perlu apa kau mencari aku?”
“Tidak.. tidak ada apa-apa.”
“Tidak ada apa-apa? Kalau tidak ada urusan perlu apa mencari aku?” berkata Hong sie Nio sambil mendelikkan matanya.
Orang itu tampaknya sangat gelisah, katanya:
“Aku.... aku hanya merasa.... sudah lama kita tidak ketemu muka denganmu, maka itu....”
Oleh karena gelisah, hingga suaranya menjadi gelagapan.
Seorang yang terkenal sopan, saat itu dengan mendadak berubah seperti orang kebingungan.

Hong Sie Nio juga tidak dapat menahan perasaan gelinya, maka lalu tertawa, kemudian berkata:
“Sekalipun lama tidak ketemu, kau juga tidak perlu berkaok-kaok sambil berdiri ditengah jalan, tahu?”
Karena melihat Hong Sie Nio tertawa, orang sopan itu baru bisa bernapas lega, katanya sambil tertawa juga:
“Kau.... seorang diri?”
Hong Sie Nio menunjuk kepada Siauw Tjap-it-long yang duduk tidak jauh dengannya katanya:
“Berdua”
Wajah orang itu segera berubah, matanya menatap Siauw Tjap it long, seolah olah ingin menelannya, dengan muka merah ia bertanya dengan suara gelagapan:
“Dia.... dia itu siapa?”
“Dia itu siapa ada hubungan apa dengan mu? Dengan hak apa kau menanya siapa dia?” berkata Hong Sie Nio sambil pendelikkan mata.
Orang itu demikian gelisah, untung pada saat itu Siauw Tjap it long sudah berjalan menghampiri dan berkata dengan tertawa:
“Aku adalah adik sepupunya, tuan ini....”
Mendengar Siauw Tjap it long mengaku adik sepupu, orang sopan ini kembali menghela napas lega, suara dari ucapannya juga berubah menjadi jelas lagi, katanya sambil mengangkat tangan memberi hormat:

“Oh, kiranya tuan adalah adik sepupu Hong Sie Nio? Bagus, bagus... aku bernama Yo Khay Thay, selanjutnya harap tuan suka banyak2 memberi petunjuk kepadaku.”
Siauw Tjap it long agak merasa diluar dugaan ia berkata:
“Tuan apakah bukan direktur muda bank Goan Kie yang oleh sahabat2 dunia Kang ouw diberi nama julukan Thiat-kun-cu Yo tayhiap ?”
“Ah, itukan hanya omongan mereka saja yang memberikan nama yang bukan2 saja...” menjawab Yo Khay Thay sambil tertawa.
“Aku merasa beruntung dapat bertemu, denganmu....” berkata Siauw Tjap it long juga sambil tertawa.

Ia terkejut bukan disebabkan karena orang ini adalah direktur muda perusahaan Goan Kie yang kekayaannya dapat dibandingkan dengan kekayaan negara, melainkan karena orang ini adalah satu2nya murid golongan orang biasa dari padri gereja Siao-lim-sie Thian-san Taysu, ilmunya pukulan tangan yang dinamakan Siao-lim-lim sin koan kabarnya sudah memiliki sembilan puluh persen keatas kemahirannya, dalam kalangan Kang-ouw semua sudah mengakui bahwa dia adalah tokoh kuat nomor satu diantara murid2 orang biasa dari gereja Siao-lim-sie.

Seorang yang tampaknya seperti orang tolol dan ketika melihat Hong Sie Nio hampir tidak bisa bicara jelas, ternyata adalah seorang tokoh kuat yang namanya sangat kesohor didalam benteng itu, sudah tentu kalau Siauw Tjap-it-long merasa diluar dugaannya.
Sepasang mata Yo Khay Thay kembali dialihkan kepada Hong Sie Nio, katanya sambil tertawa:
“Kalian berdua mengapa tidak duduk mengobrol?”
“Kami justru hendak pergi.” menjawab Hong Sie Nio.
“Pergi? Kemana?”
“Kami justru hendak mencari orang yang mau mengajak makan kami.” berkata Hong Sie Nio.
“Perlu apa mencari orang? Aku.... Aku.....”
“Apa kau ingin mengundang kami makan?” tanya Hong Sie Nio sambil meliriknya.
“Sudah tentu, sudah tentu.....: kabarnya miepaikut disebelah ini sangat lezat, begitu pula pangsitnya.....”
“Kalau hanya makan mie paikut saja aku sendiri masih sanggup mengeluarkan uang, tidak perlu kau yang mengundang makan. Pergilah kau.”
Yo Khay Thay menyeka air peluhnya yang menetes keluar, katanya sambil tertawa:
“Kau..... ingin makan apa? Aku sedia mentraktir semua...”
“Jikalau kau benar2 hendak mengundang makan orang, undang kami kerumah makan Wat Pin Lauw, aku ingin makan hidangan yang enak dirumah makan itu.”
Yo Khay Thay mengigit bibir, katanya:
“Baik! Baik! Mari kita berangkat sekarang juga ke Wat Pin Lauw.”
Sebagaimana biasanya, setiap kota ada memiliki sebuah atau dua rumah makan yang mempunyai hidangan spesial, tetapi umumnya rumah makan kota2 besar hampir semuanya ramai dikunjungi orang, sebab orang2 yang beruang suka sekali makan hidangan yang enak2 diluaran.
Duduk dan makan dirumah makan yang luar biasa mahalnya, seseorang se-olah2 bisa berubah menjadi orang beruang atau orang gedean, ia merasa dirinya benar-benar seperti orang.
Sebetulnya dirumah makan Wat Pin Lauw itu, dengan hanya membawa lima tjie uang perak saja, sudah dapat dibeli semacam hidangan, juga belum tentu lebih enak daripada hidangan dari rumah makan lain yang berharga satu tjie. Tapi sifat manusia memang begitu, dianggapnya rumah makan besar hidangannya lebih enak dari pada yang kecil.
Yo Khay Thay yang jalan naik ketangga loteng hingga duduk, sedikitnya sudah tujuh delapan kali menyeka keringatnya.
Hong Sie Nio yang sudah duduk, sudah mulai menulis beberapa macam hidangan, wajah Yo Khay Thay tampaknya sudah mulai agak pucat, dengan mendadak ia bangkit dari tempat duduknya dan berkata:
“Aku....... aku hendak keluar sebentar, segera akan kembali.”
Hong Sie Nio juga tidak perdulikan padanya, ia masih tetap menulis menunya yang ia sukai, ia menunggu setelah Yo Khay Thay turun dari tangga loteng, sudah memesan enam tujuh belas rupa hidangan, barulah berhenti menulis dan berkata:
“Kau tau, ia keluar itu untuk apa?”
“Pergi mengambil uang!” menjawab Siauw Tjap-it-long sambil tertawa.
“Sedikitpun tidak salah, orang semacam ini kalau keluar pintu, uang yang berada disakunya tidak bisa lebih dari satu tail uang perak.”
“Biar bagaimana, dia adalah seorang sopan, kau juga tidak seharusnya makan habis2an uangnya.”
“Apa Thiat kuncu, aku lihat ia itu lebih mirip daripada ayam besi, kau sama dengannya, satu senpun tidak mau keluar, orang semacam ini kalau tidak dimakan, mau makan siapa lagi?”
“Tetapi dia toh berlaku baik terhadapmu...”
“Aku dengan cara ini memakan dia, ialah supaya ia lain hari takut mengajak aku makan lagi.”
Ia memonyongkan mulutnya dan berkata lagi:
“Kau juga bisa tahu betapakah menjemukannya orang ini, sejak bertemu muka satu kali didalam perjamuan ulang tahun nyonya Ong dahulu, setiap hari hampir seperti anjing saja terus mengintil dibelakangku.”
“Aku sebaliknya merasa dia itu orang baik, orangnya jujur, juga dari golongan baik2, tetapi kekayaan rumah tangganya tidak perlu dikatakan lagi, kepandaian ilmu silatnya juga merupakan dari golongan orang kuat yang terpilih, aku lihat kau sebaiknya menikah dengannya.....”
Belum habis ucapannya, Hong Sie Nio sudah berseru dan berkata:
“Kentutmu! Sekalipun orang laki didalam dunia ini sudah mati semua, aku juga tidak bisa menikah dengan orang yang seperti ayam itu.”
Siauw Tjap-it-long menghela napas, katanya sambil tertawa getir:
“Orang perempuan benar2 sangat aneh, sebelum menikah, selalu mengharapkan suaminya itu seorang yang royal, tetapi setelah menikah dengannya, lantas mengharap supaya berlaku pelit, lebih pelit lebih baik, sebaiknya jangan mengundang orang makan, dan uangnya dia menginginkan semua diberikan kepadanya sendiri.”
Sewaktu hidangan yang kedua sudah disajikan, Yo Khay Thaybaru balik, tiba2 seorang setengah baya yang baru saja duduk disatu sudut, ketika menampak kedatangannya, segera bangkit dan memberi hormat.
Yo Khay Thay membalas hormatnya, satu sama lain sikapnya sangat sopan.
Orang setengah baya itu juga datang seorang diri, pakaiannya tidak begitu perlente, namun tampaknya beruang juga, dipinggangnya menggantung sebilah pedang dalam sarungnya yang hitam, tampaknya bukan pedang sembarangan.
Sepasang matanya bersinar, tampaknya juga berwibawa, jelas merupakan seorang pemimpin entah dari golongan mana.
Hong Sie Nio sejak tadi sudah perhatikan padanya, dan kini ia sudah tidak sabar lagi, maka lau bertanya kepada Yo Khay Thay. “Siapakah orang itu?”
“Kau tidak kenal padanya? Sungguh aneh...” berkata Yo Khay Thay.
“Mengapa aku harus kenal dia?”
Dengan suara sangat perlahan sekali, Yo Khay Thay berkata: “Dia adalah murida dari Koo Tojin digunung Pa-san dahulu, namanya Liu Sek ceng. Jikalau kita berbicara soal ilmu pedang di kalangan Kang-ouw barangkali sedikit sekali orangnya yang dapat menandingi ilmu pedangnya.”
Hong Sie Nio juga sampai merasa tertarik, katanya: “Kabaranya ilmu pedangnya Hee-hong-liong-kiam yang terdiri dari empatpuluh sembilan jurus, sudah mendapat seluruh warisan dari Koo tojin, bahkan melebihi dari gurunya sendiri. Apakah kau pernah menyaksikan ilmu pedangnya?”
“Orang ini adatnya tidak suka mengagulkan diri, selamanya tidak suka bergaul dengan orang lain, maka dalam kalangan Kang-ouw orang yang kenal padanya sedikit sekali. Tetapi dengan Kang-kaouw Suheng di gunung Siong san adalah sahabat karib, maka aku barulah kenal dengannya.”
Hal 75-78 missing/tidak ada...
padanya, golok ini harus beserta dengan orangnya selama masih hidup, tidak boleh terjatuh ditangan orang kedua, urusan ini nampaknya sangat mudah, tetapi kalau dilakukan lebih susah dari pada naik kelangit” berkata Yo Khay Thay.
Ia tertawa getir sebentar, kemudian berkata lagi: “Sekarang ini dari kalangan Kang-ouw entah sudah berapa banyak orang yang tahu berita tentang golok ini. Maka itu tidak peduli siapa yang berhasil mendapatkan golok ini namanya segera menjadi kesohor, dan akan menggemparkan dunia Kang-ouw, bergerak di kalangan Kang-ouw dengan membawa bawa golok ini, sama juga seperti membawa bungkusan berisi bahan peledak yang setiap saat bisa meledak dan menghancurkan dirinya sendiri”
Ucapannya ini memang benar, aku sendiri mungkin juga ingin menonton keramaian” berkata Hong Sie Nio sambil tertawa.
“Tetapi soal pertama ini kalau dibandingkan dengan soal yang kedua, soal yang pertama itu masih jauh lebih mudah” berkata yo Khay Thay.
“Oh! Ia suruh kau melakukan apa? Apakah mengambil rembulan dari atas langit?”
“Ia suruh kami berjanji padanya, setelah mendapatkan golok ini, dengan golok ini harus menyingkirkan seorang berandal besar pada dewasa ini yang namanya paling busuk...”
Belum habis ucapannya, Hong Sie Nio sudah tidak sabar dan bertanya: “Siapakah yang ia maksudkan dengan berandal besar itu?”
“Siauw cap it long!” lambat lambat Yo Kay Thay menjawab, diucapkan sepatah demi sepatah.
(Bersambung ke Jilid 3)